Makassar, Baruga – Indie Movie Class memasuki hari ketiga pada Minggu (6/8). Para peserta yang mengikuti kegiatan di ruang B Kema Fisip Unhas ini telah menerima 6 materi sejak Jumat lalu. Pada hari ketiga, materi pertama ialah materi Kepenulisan Skenario yang dibawakan oleh Nafila Aindina yang dimulai pada pukul 10.00 WITA.

Dalam materinya, Nafila menjelaskan bahwa sebuah script harus jelas dari segi bahasa sehingga nantinya mudah untuk dipahami oleh semua departemen dalam sebuah produksi film. Selain itu, Nafila juga menjelaskan beberapa langkah dalam menulis skenario. Dimulai dari menentukan ide cerita, membuat logline, membuat character breakdown, membuat sinopsis, treatment dan diakhiri dengan penyususnan skenario.

Setelah itu, materi kedua dilanjutkan pada pukul 13.00 WITA oleh Ahmad Azhari tentang sinematografi. Menurut Azhari, sinematografi adalah cara kita mengolah gambar sehingga enak dilihat oleh penonton dan pesannya tersampaikan. Azhari juga menambahkan bahwa gambar menjadi hal mendasar pada sebuah film, sehingga ide cerita menarik pun tidak akan punya arti apabila tidak ditunjang oleh sinematografi yang baik pula.

Selain itu, Azhari menekankan tiga aspek yang menjadikan sinematografi bernyawa yakni angle, movement dan komposisi. Ketiga hal ini dianggapnya akan sangat menentukan penyampaian emosi kepada penonton pada sebuah film. Meskipun dalam pembuatan film tidak ada aturan baku yang mengatur ketiga aspek tersebut.

“Film adalah komunikasi, serta masalah tafsir seorang sutradara dalam mengolah gambar melalui angle, movement, komposisi dan lain-lain sehingga indah dilihat, dan pesan dapat tersampaikan,” ungkap Azhari.

Selajutnya, materi ketiga tentang Audio dalam Film dibawakan oleh Abdul Chaliq pada pukul 15.30 WITA. Chaliq menekankan kepada para peserta IMC, agar saat memproduksi sebuah film mereka harus memperhatikan audionya lebih detail. Sebab audio yang buruk akan berdampak pada kualitas film, walaupun kualitas visualnya sudah baik.

Chaliq menambahkan bahwa saat ini audio masih menjadi unsur yang diabaikan dalam pembuatan film indie. Menurutnya, film di Makassar belum ada yang memiliki kualitas audio yang baik. Hal tersebut disebabkan oleh orang-orang yang ahli dalam audio lebih fokus kepada produksi musik, dan masih kurang yang fokus kepada audio dalam film.

Hardianti Pratiwi, salah satu peserta mengharapkan dengan adanya IMC ini, film indie di Makassar dapat mengalami perkembangan terutama dari aspek audio yang dianggap masih kurang. Apalagi menurutnya, Makassar memiliki banyak orang-orang yang berbakat, namun wadah belajarnya yang masih kurang.

Teks Oleh: Taufik Syahrandi

Foto Oleh: Ian Kartika